-->

Meil dan Rence (My Childhood Friend) part 2


“Kenapa kamu berlari dengan ketakutan ?” tanyaku sambil menggigit sedotan minuman yang masih tertancap pada botol minuman yang isinya hampir habis. “Aku menunggu seseorang di persimpangan jalan sana, selama sejam aku menunggunya” jawabnya dengan wajah yang kecewa. “kalau boleh tahu, siapakah orang yang kamu tunggu ?” , “ibuku” ujarnya. Kita terdiam sejenak di bawah pohon itu hanya rintihan hujanlah yang terdengar.
            Aku tak berani untuk melanjutkan percakapan itu, Aku takut menyakitinya jika Aku melanjutkan percakapan itu. Hujan mereda Rence berjalan pulang dengan tubuh yang sedikit merunduk yang mengartikan dia tak ingin diganggu. Aku mengikutinya dari belakang tanpa mengeluarkan suara, bahkan suara pijakan kakiku saja Aku takut mengganggunya.

            Keesokan harinya, Rence menemuiku dengan membawa satu slot minuman yakult lalu melemparkannya padaku, “nih untukmu Meil !” dengan tersenyum Aku menjawab “Terima kasih, apa yang sedang terjadi ?”, “entahlah, tak terjadi apa-apa menurutku.” Rence menjawab dengan menatapku. Bahasa tubuh seorang pendiam yang pintar membunyikan sesuatu itulah yang aku kenal darinya hingga saat ini. 

                                                    ............................................................
Kita berangkat sekolah bersama, Rence selalu memboncengku. Meskipun kita berbeda kelas, Rence adalah kakak kelasku akan tetapi Rence tetap sebagai seorang teman yang sangat  dekat dan begitu hangat.
            Ayah Rence adalah seorang pemilik pabrik kakao, jadi Rence dan Ayahnya adalah warga pindahan dari kota yang menetap di desaku selama lima belas tahun sejak Rence berumur dua tahun. Dari dulu Aku memang tidak pernah mengetahui Ibu Rence, karena yang Aku tahu hanyalah Rence dengan Ayahnya.
            Ketika Rence lulus, Rence merencenakan jika Ia akan bersekolah ke kota. Rence adalah siswa pintar di sekolah, bahkan Ia adalah satu-satunya siswa yang lancar berbahasa inggris. “Apakah kamu akan melanjutkan sekolah di universitas ternama di kota sana, Ren ?” tanyaku diperjalanan pulang, “iya Meil, Aku ingin bersekolah di ibukota sana, apalagi Aku sangat merindukan ibuku.” Ujarnya dengan senyum kebahagian dan tangan yang satu menggenggam  rapor dengan nilai yang sangat memuaskan, seakan harapannya akan benar-benar terjadi. Aku hanya bisa tersenyum dan mendoakannya semoga terkabul harapannya. Meskipun Aku tidak ingin jauh dari Rence.

Untuk Navigasi Lengkap Silahkan Kunjungi Peta Situs



Baca Juga:

Langganan Via Email

Wikipedia

Search results

Copyright © | by: Me